Selasa, 06 Juli 2010

Die Folgerung


Ada 3 hal yang dari banyak hal yang paling tertanam di dalam diriku selama di Jerman dan setelah pulang ke Indonesia. Banyak kenangan yang ga akan mungkin bisa hilang dan diulang dan dibeli dan diganti dan lain lain. Hal yang paling berkesan ini aku tulis urut dari
yang paling luar sampai ke yang paling dalam.
Yang pertama dan yang pasti adalah kemampuan berbahasa Jerman. Walaupun belum bisa secara aktif, tapi setidaknya aku sekarang lebih bisa mengerti dan berkomunikasi dengan bahasa yang baru ini, setelah Bahasa Indonesia, Jawa, dan Inggris. Banyak kosa kata baru yang pasti aku dapat di sana. Pengalaman gratis yang tidak semua orang bisa mengalaminya.

Kedua. Adalah teman. Amigo del alma. 3 minggu hidup bersama bukan waktu yang singkat untuk bisa saling dekat. Bahkan dengan komunikasi seadanya, karena memang bahasa yang berbeda, tidak menghalangi kami untuk saling rindu dan perhatian. Hal yang semakin menguatkan pendapatku bahwa perbedaan itu menyatukan. Tidak ada yang bisa disatukan kalau semua sudah seragam. Sedih karena mungkin kami hanya akan berteman selama 3 minggu itu. Tapi semuanya mungkin terjadi. Semoga saja bisa bertemu secara langsung lagi. Bukan hanya jadi teman nyata yang jadi maya.

Dan yang terakhir adalah rasa Nasionalisme-ku bertambah. Walaupun banyak bobroknya, mulai dari budaya antre, sampai keteraturan di tempat umum, tapi setelah pulang dari Jerman aku jadi lebih cinta Indonesia. Berawal ketika penerbangan Changi – Soekarno Hatta, aku bisa lihat ada sawah. Spontan pikiran yang muncul adalah “woow, Indonesia ki apik tenan yo?”

Bukan hanya karena alamnya yang bagus. Tapi juga karena orang Indonesia adalah orang yang ramah. Sangat ramah malahan. Banyak orang yang mau meluangkan waktu untuk membantu orang lain. Waktu di Jerman, aku pernah sekali dapat tugas keluar kelas untuk cari orang Jerman yang bisa menjawab pertanyaan tentang Typisch Deutsch (khas Jerman). Bahkan untuk mencari 3 orang saja untuk menjawab kekhasan dari negaranya sendiri, aku dan kelompokku harus bertanya kepada lebih dari 5 orang. “Ich habe keine Zeit” (saya tidak punya waktu). Menurutku kalimat itu juga menjadi salah satu dari Typisch Deutsch. Bahkan ada yang sampai merubah arah jalan ketika kami dekati. Sangat tidak ramah.

Yang paling membanggakan adalah ketika Laender Abend (malam budaya), kami dari Indonesia punya sangat banyak hal yang ditunjukkan. Mungkin kalau perlu satu malam itu pun bisa tidak cukup untuk kami menceritakan betapa kayanya Indonesia. Lagu “Kebyar-Kebyar” yang kami nyanyikan malam itu juga jadi lagu yang sangat teringat di seluruh peserta Winterkurz Wannsee 2010. Semua orang yang mendengar malam itu sangat senang menyanyikan “Indonesia merah darahku, putih tulangku, bersatu dalam semangatku.” Dan semua orang menanyakan “Was ist bedeutet?” (apa itu artinya) dan dengan semangat kami menjawab bahwa “Indonesia, red is my blood, white is my bones. That’s joining in our spirit”.

Ich lieb’ Indonesia

25 Januari 2010
Bandara Cengkareng, Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar