Sabtu, 30 Oktober 2010

Dua Sisi Koin Mbah Marijan

Kyai Sapu Jagad, Patih yang menunggu Merapi menunjukkan kekuatannya sekarang. Erupsi gunung teraktif di dunia ini seakan ingin mengatakan pada dunia bahwa alam tidak dapat dilawan.

Seorang tokoh yang pastinya tidak lepas dari perbincangan tentang Merapi adalah Mbah Maridjan. Abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dianggap membuat banyak nyawa melayang dalam bencana ini. Pro kontra tercipta dari wacana tentang Mbah Maridjan. Mulai dari yang memuji kesetiaannya sampai menyalahkan keputusannya untuk tetap tinggal di kediamannya.

Saya tergelitik dengan wacana ini dan sekadar ingin berbagi pemikiran. Mbah Marijan memang bisa disalahkan karena ia membuat semakin banyak korban tewas akibat wedhus gembel. Tapi yang saya tidak habis pikir adalah tidak sedikit orang yang mencerca bahkan menghina kuncen Merapi tersebut.

Menurut saya, Mbah Marijan adalah orang yang perlu dicontoh sikapnya. Kesetiaan terhadap kepercayaan orang lain. Ada suatu hal yang kurang dilihat oleh orang-orang yang menghina Mbah Marijan. Konteks Kultur kehidupan Mbah Marijan. Mbah Marijan adalah seorang abdi dalem, seorang pelayan yang diberi imbalan ‘hanya’ mendapat imbalan kebanggaan di dalam diri pribadinya. Gaji dalam nominal puluh ribuan dalam sebulan, diusahakan dengan kesetiaan yang luar biasa.

Saya yakin seluruh abdi dalem Keraton juga punya pemikiran sama tentang pengabdian. Apa lagi Mbah Marijan yang mendapat titah langsung dari Raja. Pasti bukan materi yang menjadi alasannya melakukan pengabdian itu. Coba saja para pemegang kursi pemerintahan juga seperti Mbah Marijan. Mengabdi untuk negara, tidak mementingkan materi, mungkin akan lebih baik negeri ini.

Mbah Marijan sempat dicerca karena tidak mau turun dari Desa Kinahrejo dan menggandeng puluhan orang menghadapi awan panas. Memang ketidakinginan Mbah Marijan turun membuat beberapa orang percaya bahwa Merapi tidak akan semurka itu. Bisa disalahkan, tapi sejauh yang saya tahu Mbah Marijan sudah menyuruh orang-orang untuk turun dan meninggalkan dia. Keluarga Mbah Marijan saja sudah semua turun mengungsi, artinya Mbah Marijan bukannya tidak memberi peringatan kepada orang lain.

Yah, saya hanya ingin berbagi pemikiran. Sosok Mbah Marijan akan selalu terkenang sebagai kucen Merapi. Keputusannya untuk tetap tinggal memang bisa diterima sebagai kesalahan, tapi yang harus diingat adalah value yang diajarkannya tentang kesetiaan, kepercayaan. Menganggapnya salah boleh saja, tapi tidak perlu sampai memakinya. Seperti koin yang selalu punya dua sisi, setiap orang bebas melihat sisi koin yang mana. Tidak perlu menyerang yang memilih berbeda. Karena mencari orang setia pada tugas di masa ini sudah sulit. Mbah Marijan sudah mengajarkan banyak hal bagi kita.

Selasa, 12 Oktober 2010

Rumah

Keluarga itu ibarat rumah
berlantai kasih sayang
bertiang komunikasi
berpintu kebebasan
berjendela kepercayaan
beratap perlindungan

Jumat, 08 Oktober 2010

Pemaknaan

Tak ada makna tanpa pemaknaan
Manusia butuh dimanusiakan
Tuhan kurang di-Tuhan-kan
Alam sedang butuh penghargaan

Kamis, 07 Oktober 2010

Istimewa

Hari ini 7 Oktober 2010. Provinsi ini, Daerah Istimewa Yogyakarta, merayakan hari jadinya yang ke 254 . Batik, Surjan, andhong, Gudheg ikut menyemarakkan hari istimewa untuk kota istimewa ini. Status Facebook, Twitter, dan situs jejaring yang lain juga tidak sedikit yang menyuarakan kegembiraan atas ulang tahun Jogja.

Berbicara tentang istimewa, saya ingin mengajak teman-teman untuk kembali melihat ke beberapa puluh tahun yang lalu. Waktu ketika Yogyakarta dinyatakan sebagai daerah istimewa. Gelar istimewa ini diberikan oleh Ir. Soekarno kepada Yogyakarta, karena Sri Sultan HB IX menyatakan diri bersedia bergabung bersama NKRI. Padahal waktu itu Jogja sudah cukup kuat kalau ingin menjadi suatu negara yang berdiri sendiri.

Menjadi pemikiran saya pagi ini. Mengapa sesuatu itu bisa dikatakan istimewa? Mengapa seseorang ada yang disebut istimewa? Menurut saya jawabannya adalah karena ada yang kurang istimewa. Apapun itu siapapun itu.

Banyak orang yang sering mengatakan “kenapa aku ga sehebat dia?” “kenapa dia itu istimewa dan aku tidak?” pertanyaan-pertanyaan seperti itu adalah pertanyaan yang butuh tindak lanjut. Ketika hanya menjadi sebuah pertanyaan hanya akan menjadi suatu beban dalam diri sendiri. Tapi ketika pertanyaan itu ditindaklanjuti dengan pernyataan “kalau dia bisa kenapa aku tidak?” bisa membuat kemajuan.

Menurutku setiap orang pasti bisa menjadi istimewa dengan caranya sendiri. Yang jelas tidak akan pernah sama dengan keistimewaan orang lain. Karena kalau sama, sudah tidak lagi jadi istimewa. Kalau sekarang kamu menjadi si orang kurang istimewa jangan pernah minder. Malah semangati dirimu dan katakan pada si istimewa “orang bisa bilang kamu istimewa karena aku kurang istimewa”.

Dengan begitu setiap orang akan merasa tidak terlalu jatuh dan tidak terlalu terbang. Dalam sebuah pertandingan, yang paling berjasa pada si juara adalah lawannya. Jadi percayalah bahwa kamu akan bisa jadi dewasa dengan caramu sendiri.

Temukan keistimewaanmu kelak kau akan temukan dirimu yang sesungguhnya dan kamu tidak perlu lagi merasa malu dengan kekurangistimewaanmu.

*Ini hanyalah persembahan kecil untuk ulang tahun kotaku hari ini.

7 Oktober 2010

HUT DIY 254