Senin, 20 Oktober 2014

Kami Siap Dipimpin



Menjadi presiden sebuah negara besar bukan perkara mudah. Indonesia adalah negara yang sangat besar. Sebuah negara dengan luas hampir dua juta kilometer persegi, dan dengan segala gunung, sungai, laut. Jumlah penduduknya terbanyak keempat sedunia.

Dengan kekayaan sebesar itu, dan dengan rakyat sebanyak itu tentu jabatan presiden dan wakil presiden Indonesia adalah dua orang yang tentu punya tanggung jawab yang besar pula. Akan tetapi Presiden dan Wakil Presiden hanyalah dua orang dari dua ratus empat puluh juta masyarakat Indonesia. 

Memimpin Indonesia adalah kolaborasi. Bekerja sama membangun harmoni dengan semua lapisan dan golongan. Tidak sepatutnya – saya, kamu, kita – berharap terlalu tinggi pada seorang Presiden saja tanpa memulai untuk bekerja keras lebih dulu. Dalam pidato kenegaraan pertamanya, Bapak Presiden kita yang baru pun mengucapkan, “Kita tidak akan pernah mencapai kemerdekaan jika tidak bekerja keras”. Ya, sesungguhnya ia adalah orang yang mengerti betul bahwa tugas memperbaiki negara ini bukan hanya ada di tangannya seorang. Ia sebut “KITA” bukan “KAMI” atau “SAYA”. Ia sadar betul bahwa ia adalah harapan baru yang sebenarnya bertugas untuk mengajak semua rakyatnya mau memulai bekerja bersama, melakukan kolaborasi.

Kesadaran itu direalisasikan dengan berusaha merangkul seluruh masyarakat Indonesia. Ia menghancurkan batas yang selama ini kokoh berdiri di antara masyarakat dan pemimpin negaranya. Ia dobrak habis pembatas tersebut mulai dari hari pertama ia dilantik menjadi presiden. Ia sadar betul bahwa ia bukanlah seorang manusia super yang bisa menyelesaikan seluruh permasalahan di negeri sebesar Indonesia ini. Yang dilakukannya adalah menanam kepercayaan rakyat sebesar-besarnya pada masyarakat seluas-luasnya.

No one can do everything, but everyone can do something. (Immortal Technique)

Jokowi memang adalah tokoh utama dalam lakon kali ini. Jokowi, dengan tidak mengecilkan nama seorang Jusuf Kalla, adalah seorang yang akan mengemban harapan dari seluruh rakyat Indonesia dan mungkin juga masyarakat dunia di pundaknya. Dia yang dipercaya akan menjadi contoh pembawa perubahan bagi Indonesia khususnya. Tapi alih-alih berbicara banyak tentang pemimpin, aku lebih memilih memusatkan diri pada mereka yang dipimpin.

Menurutku penekanannya dalam babak baru Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini adalah pada siapkah kita dipimpin? Karena siapapun yang memimpin Indonesia, ketika kita menjadi masyarakat yang tidak siap dipimpin, siapapun tidak akan berhasil memimpin Indonesia.
Jabatan presiden adalah hanya akan bertanggung jawab selama lima sampai sepuluh tahun ke depan. Sedangkan masa depan Indonesia toh tidak akan berhenti hingga lima sampai sepuluh tahun ke depan saja bukan? Masa depan Indonesia tentu lebih jauh dari itu. Terlalu naif kupikir kalau meletakkan seluruh tanggung jawab perubahan pada satu orang. Karena, sekali lagi, masa depan Indonesia jauh lebih besar dari tanggung jawab satu orang saja.

Dengan menyatakan diri siap dipimpin, berarti kita memberikan kepercayaan – bukan membebankan harapan – pada seorang presiden. Kita mau saling mendukung, mengkritik jika perlu dengan tujuan yang satu. Kita bisa memulai mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kecil untuk membantu Presiden menyelesaikan tanggung jawab besarnya

Kalau proses memajukan bangsa ini kita setujui sebagai suatu kolaborasi, toh Presiden ‘hanya’ akan memegang peranan yang sedikit lebih besar dari seluruh rakyat Indonesia. Kita sebenarnya punya tugas, punya cita-cita yang sama untuk memajukan Bangsa Indonesia.

Tidak ada yang bisa dijanjikan dari sekadar “harapan baru”, kecuali dengan mulai bergerak. Tidak pula ada yang bisa dipastikan dari sekadar ide revolusi mental, kecuali dengan mulai berubah.

Selamat, Pak Jokowi – JK atas pelantikannya. Kami siap dipimpin!