Menyaksikan pagelaran wayang memang sudah bukan menjadi hal yang populer bagi anak muda di tahun 2013 ini. Bahkan kesannya sangat ketinggalan zaman dan usang. Datang ke pagelaran wayang kulit dan memang saya menemukan kalau sebagian besar penontonnya adalah bapak-bapak, sedikit ibu-ibu yang membawa anaknya usia SD, dan lebih sedikit lagi anak muda.
Keterbatasan pengertian bahasa untuk mengerti alur cerita membuat saya menikmati pagelaran wayang kulit dengan bertukar cerita dengan teman-teman diiringi alunan satu set lengkap gamelan Jawa.
Kira-kira ini isi pembicaraan kami :
Dimulai dengan mencari alasan mengapa wayang kulit sudah semakin tidak diminati oleh orang seusia kami yang lahir sekitar awal tahun 90an. Menurut kami, pertama-tama, adalah kesulitan bahasa. Dalam pertunjukan wayang kulit yang tradisional, sesuai pakem, bahasa yang digunakan adalah Bahasa Jawa kuno yang masih tercampur dengan Sansekerta. Bahasa tersebut bisa terdengar sangat asing bagi telinga orang-orang "modern" saat ini. Nyatanya sudah ada pagelaran wayang kulit yang menggunakan Bahasa Jawa yang biasa digunakan sehari-hari, tetapi penikmat pertunjukannya tetap bukan anak muda.
Minat mungkin bisa menjelaskan. Kurangnya minat anak muda mengenal wayang membuat hal itu menjadi tidak lagi menarik untuk dipelajari. Nyatanya, saya sangat berminat dengan wayang tetapi baru sekali ini "sempat" datang menyaksikan langsung. Sampai kami pada pemikiran kalau bisa jadi kegiatan belajar di kuliah adalah salah satu yang jadi penghambat minat anak muda pada wayang.
Wayang selalu digelar pada waktu malam hari. Tujuannya, pada zaman dulu adalah untuk mengisi waktu luang orang-orang. Tetapi apakah waktu luang itu benar-benar nyata untuk mahasiswa saat ini? Banyak dari teman saya dan mungkin saya sendiri sering menghabiskan malam dengan tugas. Tugas untuk mendapat sekadar nilai A, B, C atau sialnya D. Tentu pendapat ini di luar dari kalahnya pamor wayang sebagai pengisi waktu luang dibanding game online, mall dan cafe yang sudah menjadi stadar gaul anak muda sekarang.
Tetapi memang, bagi saya, tugas-tugas dan tuntutan dari sistem edukasi yang ada sekarang menjadi semakin membatasi, minat anak muda mengeksplorasi hal selain buku materi panduan belajarnya.
Padahal dalam cerita wayang selalu ada pembelajaran yang sangat baik tentang kehidupan. Setiap tokoh dalam cerita wayang selalu punya kelebihan dan kekurangan. Tokoh-tokohnya adalah gambaran nyata tentang manusia dan dengan tafsir tertentu menjelaskan hubungannya dengan Tuhan. Tidak pernah ada sosok sempurna dalam pewayangan. Arjuna misalnya, ia adalah sosok ksatria yang sangat kuat, tampan, dan menjadi salah satu tokoh Pandawa yang paling sakti. Tetapi ia juga seorang playboy. Nafsunya terhadap perempuan sangat besar. Rahwana, raksasa yang lahir dan menjadi gambaran tentang segala nafsu duniawi yang bisa dimiliki manusia. Tetapi ia adalah sosok yang sangat bisa menghargai Dewi Sinta. Rahwana tidak pernah menyentuh Dewi Sinta tanpa izin darinya, ia melawan segala nafsunya untuk berusaha mendapatkan hati sang Dewi.
Buat saya, kadang cerita wayang bisa mengajarkan lebih banyak daripada ajaran agama. Cerita wayang adalah cerita yang butuh penafsiran ulang untuk dapat memahami pesannya. Kelebihannya dari ajaran agama adalah tidak ada pihak yang terlegitimasi untuk 'memaksakan' tafsir tentang cerita wayang. Saya bisa saja menyatakan kalau para dewa berlaku curang dengan menggagalkan Sastra Jendra Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi sehingga lahirlah Rahwana dan adik-adik jahatnya. Tetapi menjadi sulit bagi saya jika saya menyatakan kalau Tuhan pun bisa tidak sempurna.
Seharusnya dengan wayang, manusia bisa belajar banyak hal. Saya mendapat pelajaran dengan bebas membuat tafsir tentang pesan moral dari cerita
pewayangan dengan tidak ada seorang pun yang berhak menyatakan kalau
tafsir saya salah. Masalah tafsir bisa jadi sangat sensitif bagi ajaran agama. Perbedaan tafsir atas satu atau beberapa ayat bisa menjadi alasan yang dibenarkan untuk mencabut nyawa seseorang. Perbedaan tafsir bisa jadi pemecah perang bagi beberapa negara tanpa pernah diketahui penyelesaiannya.
Tidak sesederhana ini perbincangan 6 jam tadi malam. Tapi pada akhir malam menjelang pagi itu saya mendapat banyak hal baru. Pelajaran tentang belajar, belajar bukan hanya sekadar kuliah menyiapkan masa depan, belajar dengan melihat ke masa lalu menghargai karya kebudayaan, dan belajar tentang kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar