"Sudah bukan waktunya lagi untuk superman, sekarang waktunya
untuk super-team"
Film action superhero yang tahun ini akan segera release di layar lebar kebanyakan bukan lagi sosok superhero yang bekerja seorang diri. Sebut Teenage Mutant Ninja Turtles, X-Men, Transformers, dan 300. Semuanya adalah pembela kebenaran yang bertarung melawan kejahatan dengan kerja tim. Belum lagi ada tokoh seperti The Incredible, The Avengers dan Power Ranger yang tidak pernah mati. Kerja tim terbukti bisa saling mendukung satu sama lain. Bandingkan dengan Superman yang kerja sendiri. Sepotong kryptonite kecil bisa Superman jadi lemah. Jika mau melawan Spiderman, seranglah Mary Jane, Peter Parker lemah hatinya.
Buatku mirip juga dengan pemilu kali ini. Ambil
Capresnya, anggap keduanya sama-sama sangat baik dan sangat bersih, (anggap)
mereka selevel. Capres satu adalah orang gagah yang punya cita-cita besar
membawa Negara ini ke masa depan yang lebih baik. Pemimpin visioner yang
dipercaya oleh pendukungnya akan menjadi sosok ksatria yang mengangkat harkat
dan martabat bangsa. Capres dua adalah orang yang sederhana, terbata saat harus
berpidato tetapi sudah menunjukkan niatnya bekerja mulai dari hal terkecil
untuk mencapai cita-cita yang tidak kalah besarnya, membuat bangsa bisa berdiri
di atas kakinya sendiri. Berusaha memperbaiki sistem dan membawa harapan bagi
anak muda.
(Anggap) keduanya seri secara penilaian
personal tokoh. Lalu siapa yang bisa dibandingkan? Ya Tim-nya, orang-orang di
belakang yang jadi pendukung capres masing-masing. Bandingkan rekam jejak dan
prestasi orang-orang di belakang para capres. Negeri ini tidak dijalankan oleh
satu orang saja, tapi sebuah sistem lah yang menggerakkan kehidupan Negara. Saya
hanya mau bilang kalau sebenarnya tidak lagi relevan membandingkan capres satu
dan capres dua, atau membandingkan cawapres dua dengan cawapres satu.
Waktu pertama kali pemilu mulai diperbincangkan
dan isu bahwa Jokowi akan diangkat menjadi capres atau cawapres oleh beberapa
partai politik saya sebenarnya berharap dan bersikeras kalau jokowi belum
waktunya untuk naik. Menurut saya, jika Jokowi bisa membuktikan prestasinya
dengan membawa perubahan bagi Jakarta, dia tidak akan bisa dilawan di pemilu
periode berikutnya. Saya percaya kalau Jokowi adalah orang baik dan bisa
menjadi pemimpin yang baik, tetapi perjalanan karirnya yang (terkesan)
melompat-lompat bisa jadi senjata makan tuan.
Saya juga masih berharap konvensi Partai Demokrat bisa
mengajukan satu calon, pemimpin muda baru dari kalangan tua yang itu-itu saja
di Indonesia. Akan tetapi ternyata perolehan suara di pileg membuat pemenang
konvensi Demokrat tidak bisa ‘menikmati’ kemenangannya untuk menjadi presiden. Jatuh
sudah harapan saya.
Sekarang pilihannya tinggal dua tokoh, Jokowi
atau Prabowo, dengan masing-masing koalisinya. Kembali, anggaplah dua tokoh itu
sama kuat. Lalu saya mulai melihat siapa orang yang di belakang mereka. Ada masing-masing
satu tokoh di tiap koalisi yang membuat saya menjadi sangat yakin untuk memilih
salah satu dan tidak memilih yang lainnya.
Bapak Anis Baswedan. Tokoh pendidikan ini
adalah salah satu alasan saya menjadi yakin memilih capres yang diusungnya. Program
yang dicetuskannya, Indonesia Mengajar sudah dikenal seantero negeri. Mengusahakan
pendidikan terbaik bagi anak-anak di tempat-tempat terpencil yang sebetulnya
sangat merindukan proses belajar mengajar. Walaupun ia tidak mendapatkan posisi
strategis di pemerintahan, tetapi dengan kemauan dan kemampuannya ia berhasil
menggerakkan anak muda berpendidikan untuk mengasingkan diri dan menjadi
pengajar muda, menjauh dari fasilitas untuk membantu pendidikan bagi mereka
yang sangat membutuhkan, di saat Negara absen dalam memenuhi hak pendidikan
warganya. Masuk atau tidaknya Pak Anis Baswedan dalam pemerintahan Jokowi nanti
jika terpilih saya tidak terlalu memikirkannya, tetapi kepercayaan saya padanya
cukup membuat saya lebih yakin bahwa kubu sini lebih bisa dipercaya.
Dan barisan lain yang saya anggap bisa dipercaya mendukung Jokowi: Dahlan Iskan, Slank & Slankers, salah satunya.
Di seberang ada Pak Abu Rizal Bakrie. Tokoh ini
yang membuat saya sangat yakin tidak memilih kubu ini. Janji mendapat jabatan
menteri utama dan konsep trisula yang sempat tersebut dalam deklarasi Golkar
mendukung Prabowo membuat saya sangat sangsi dengan masa depan bangsa ini. Dia berbicara
tentang kesejahteraan rakyat Indonesia, tetapi ia masih melupakan orang-orang
yang rumahnya jadi korban malpraktek perusahaannya, Lapindo. Kasusnya masih
belum bisa diterima penyelesaiannya hingga sekarang. Orang-orang yang rumahnya
terendam lumpur itu masih belum mendapat ganti rugi yang selayaknya untuk
mereka dan keluarganya. Saya membayangkan, jika saja benar Prabowo naik ke
tampuk kuasa dan konsep trisulanya terlaksana, apalagi yang bisa dilakukan oleh
seorang ARB? Kalau belum ada di atas saja ia sudah bisa menenggelamkan rumah
ribuan orang dan tetap dengan tersenyum lebar memeluk boneka beruang sambil
plesir ke tempat yang sangat indah. Menganggap masalahnya selesai padahal belum.
Lalu barisan yang mendukung kubu ini pun tidak punya rekam jejak yang baik dalam pandangan saya, terutama FPI. Kelompok mengorbankan sosok Tuhan sebagai alasan melakukan kekerasan.
Saya tidak sedang berusaha membandingkan
semuanya satu-persatu. Dua orang di atas sudah sangat menggambarkan pandangan
saya terhadap masing-masing kubu.
Betul. Saya setuju bahwa tidak ada yang seratus
persen baik. Kalau di kedua belah pihak ada tokoh yang dianggap pernah
melanggar HAM, kesampingkan dulu. Urusan HAM jadi sama lemah di kedua pihak. Tapi
paling tidak di salah satu kubu tidak ada tokoh yang anaknya pernah kena hukum
pidana dan tidak pernah diketahui kabar selanjutnya, tidak ada ada yang
usahanya menenggelamkan rumah ribuan orang, tidak ada yang dipanggil oleh KPK karena
mengambil jatah orang lain yang ingin pergi ke tanah sucinya. Tidak ada
dukungan dari kelompok salah tempat yang tidak paham arti Bhinneka Tunggal Ika.
Presiden bukan superman, dia bukan satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas Negara ini. Presiden dipilih untuk menjadi motor gerakan bagi Negara ini. Siapapun yang terpilih nanti seharusnya adalah sosok yang bisa dengan konsisten bergerak menjadi motor untuk menggerakkan setiap subsistem dalam Negara ini.
Kalau
harus memilih di antara dua mesin untuk saya gunakan, saya pasti akan memilih
salah satu yang kerusakannya paling sedikit. Siapa yang tidak setuju?
Saya tidak terlalu percaya kerja 1 presiden dan
pasangannya saja. Presiden toh bukan superman yang bisa mengubah seluruh negeri
sebesar ini hanya dengan amanah selama 5-10 tahun. Saya pribadi lebih percaya dengan kerja
tim daripada kerja sendiri. Ber-2 lebih baik daripada 1orang diri kan?
akhirnya dijadikan tulisan blog juga, bung. jgn berhenti menulis yes!
BalasHapus