Semalam, tanggal 22 Agustus 2011. Saya dan belasan teman yang lain mengadakan acara kumpul-kumpul. Sebenarnya acara kumpul-kumpul bersama teman ini sudah sering dilakukan hanya saja yang istimewa dari acara ini adalah untuk bersama bersyukur atas kesuksesan pameran yang diadakan oleh Wulang Sunu, Ramadhan Arif, dan Awigarda Grandisya dengan dibantu oleh teman-teman ini.
Pameran ini persembahan perdana dari tiga orang mahasiswa tahun pertama jurusan DKV di sebuah institute di selatan Jogja. Judul pamerannya adalah HEWANI. Karya-karyanya tentu tidak jauh dari tema pamerannya. Lukisan-lukisan dengan tema hewan, baik yang fiksi juga fakta
Ada satu kejadian yang menurut saya pribadi sangat membanggakan. Tepatnya saat makan malam. Sebelum makan malam kami semua berkumpul untuk berdoa dulu. Yang berbeda kali ini adalah teman-teman berasal dari berbagai kalangan. Laki-laki perempuan, dari universitas yang berbeda juga, dan agama yang berbeda.
Ini kutipan percakapan kami sebelum memulai berdoa
“Sopo sing mimpin doa?” (“siapa yang mimpin doa?”)
“Sea wae sea!” (“Sea aja Sea!”)
“kok aku to?” (“kok aku?”)
“yo rapopo, koe wae kan anak pendeta” (“ya gapapa, kamu kan anak Pendeta”)
“yowes, doa wae dhewe-dhewe tak pimpin” (“Yaudah, doa aja sendiri-sendiri tak pimpin”)
“Aja! Doa bareng lah. Wong Tuhane yo podho kok. Tuhane siji” (“jangan! Doa bareng lah. Tuhannya sama kok. Tuhannya satu”)
“njuk pie nyebute? nganggo sing ndi?” (“trus nyebutnya gimana? pake yang mana?”)
“yo pokoke ojo nganggo Allah (Alloh), rasah nyebut Yesus. Tuhan wae. Universal” (“ya yang penting jangan pake Allah (Alloh), ga usah nyebut Yesus. Tuhan aja. Universal.”)
Maka dimulailah doa bersama kami, doa untuk bersyukur keberhasilan pameran, berdoa untuk kebersamaan, berdoa untuk bersatu dalam perbedaan.
Mungkin akan ada yang tidak suka dengan cara seperti itu. Tapi saya terus membayangkan alangkah indahnya kalau semua orang bisa saling menghargai, bisa bersama walaupun berbeda agama. Tuhan itu Maha Esa. Artinya kan tidak perlu harus diperdebatkan Tuhan mana yang benar, Tuhan itu satu. Hanya ada banyak jalan saja untuk menuju hikmah-Nya. Jadi menurut saya, bukannya kita harus menyatukan perbedaan, tapi akan lebih bermakna kalau kita bisa bersatu dalam perbedaan.
"Kita satu teman, satu ciptaan Tuhan. Satu makhluk yang ‘kan berakhir pada kenihilan. Kita debu kawan di hadapan Tuhan. Marilah kembali kepada suatu kerendahan!" (Song For My God - BYRTH)