Baru saja pulang dari Cilacap. Kota di seberang pulau penjahat. Banyak sekali hal yang saya dapatkan dalam perjalanan kali ini. Banyak pula dari pengalaman itu yang jadi bahan renungan saya yang ingin saya bagikan.
Perjalanan ini dalam rangka latihan penelitian jurusan Sosiologi UGM 2010. Sebagai mahasiswa Sosiologi, kemampuan kami untuk melihat kehidupan social secara kritis memang harus dilatih. Salah satu caranya adalah dengan melakukan penelitian lapangan ini.
Selama di Cilacap saya tinggal di sebuah Desa nelayan, Sentolo Kawat, namanya. Tepatnya di kawasan sekitar RW 01. Deretan rumah kecil berdempetan, dengan ataupun tidak dengan tembok permanen menyambut kedatangan kami. Jalan tanah dan di beberapa tempat berkonblok jadi pijakan awal kami di Cilacap.
Bayangan awal saya ketika berangkat hampir semuanya terputarbalikkan. Saya sudah menduga bahwa desa yang akan saya tinggali dengan 80 teman lain ini adalah desa yang sedikit kurang layak karena bayangan saya tentang pekerjaan nelayan adalah kerja dengan penghasilan kurang juga. Kesan pertama juga sudah mendukung dugaan awal saya itu, tapi ternyata semuanya jadi terbalik karena ternyata banyak juga nelayan yang kaya.
Tempat tinggal saya saja punya televisi yang lebih besar daripada milik saya di rumah. Kamar saya dan 5 teman yang lain berada di lantai atas, mirip loteng tapi cukup besar untuk kami semua. Dan, ada televisi lainnya di dalam kamar kami. Paling menarik adalah pemandangan dari kamar, laut dalam yang dibatasai pulau Nusakambangan dan kapal tanker super besar yang mengapung di atasnya. Pemandangan yang tidak akan bisa ditemui di kota Yogyakarta.
Tapi memang nelayan kaya itu hanya segelintir dari nelayan kebanyakan. Lebih banyak nelayan yang hidup susah di Sentolo Kawat, apalagi dengan adanya paceklik ikan atau yang disebut paila selama 2 tahun belakangan.
Disambut dengan kesenian angklung dari pemuda kampung nelayan, kami serombongan diperlakukan bak rombongan kehormatan. Sedikit tidak nyaman memang dengan keadaan seperti itu, rasanya semua perhatian tertuju pada kami semua. Tapi kemudian yang terpikir adalah bahwa penerimaan masyarakat sekitar sangat baik terhadap kami, dan ini merupakan kabar gembira bagi rencana penelitian kami. Kabar baik bagi keterbukaan yang diperlukan dalam wawancara yang akan kami laksanakan untuk penelitian.
Lima hari bagi saya cukup lama berada di Cilacap, mungkin karena saya sedikit tidak betah berada di sana. Masalah utama yang menyebabkan ketidakbetahan saya adalah masalah hawa dan udara. Waktu tidur malam adalah waktu yang sedikit tidak menyenangkan karena sumuk. Parahnya lagi di rumah saya, khususnya di kamar saya tidak ada kipas angin. Jadilah setiap malam saya tidur hanya berselimutkan sarung. Ya, hanya sarung dan celana dalam. Itu pun setiap pagi badan saya masih selalu basah oleh keringat.
Untungnya kegiatan selama di Cilacap menyenangkan, ditambah lagi orang-orangnya yang ramah membuat rasa sumuk itu tersejukkan. Melihat nelayan berangkat melaut pada pagi hari dari atas jembatan yang setiap kali harus bergoyang karena dilewati truk atau bus. Sekelompok pria berbadan hitam lusuh dengan kaos lengan panjang berbahan saringan tahu menyiapkan perahu untuk mencari ikan dan berharap mendapat beberapa blong ikan setiap pulang. Anak-anak kecil yang selalu terlihat gembira, bermain-main bersama mungkin tidak tahu kesusahan orang tuanya menghadapi paila.
Bertemu dengan banyak orang baru yang sangat menyenangkan. Berkenalan dengan orang-orang dari sisi lain kehidupan. Mendengar banyak cerita dari sepasang suami istri mantan preman pelabuhan yang dermawan. Yang pernah juga bekerja menangkap lumba-lumba bersama kelompok peneliti dari Australia untuk keperluan penelitian. Diberi wejangan dari seorang pengusaha udang yang tidak pernah lulus SD, yang pernah rugi hingga milyard-an rupiah. Berbagi cerita tentang kenakalan remaja dari seorang Haji pemilik kapal nelayan besar yang mantan pemabuk minuman dan ganja asal Sumatera Utara.
Papan Administratif Pemprov Jateng |
anak-anak di sana suka sekali difoto |
2 hari pertama, ada kapal tanker super besar di dekat lampu yang menyala itu |
ini hasil tangkapan nelayan setempat, hiu 200kg |
pertandingan melawan PSN (Persatuan Sepakbola Nelayan) |
Ini adalah sebuah pengalaman baru. Pengalaman baru yang akan menjadi bekal bagi perjalanan saya selanjutnya. Memepatkan waktu dan jarak dalam tulisan-tulisan yang akan saya lakukan agar selalu terikat baik dalam mengahadapi guncangan-guncangan di perjalanan nantinya.
*foto-foto oleh Jason Iskandar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar