ABSTRAKSI
Jakarta
Globe, 30 Juni 2009, lebih dari separuh dari sejumlah
mahasiswa di Jakarta seumur hidupnya belum pernah mendengar tentang pembantaian
besar-besaran di Indonesia tahun 1965-1966. Ironis sebenarnya melihat di Negara
ini masih banyak gelombang penolakan terhadap paham komunisme yang dilakukan
oleh anak muda. Mereka yang tidak tahu tetapi memendam benci ini merupakan para
korban modern sejarah. Versi lain yang telah mulai bermunculan di masa
reformasi ternyata belum terlalu menarik untuk didalami dan dipahami oleh
banyak orang.
“Mwathirika”, sebuah karya pentas pertunjukan oleh Papermoon Puppet Theatre merekam ingatan
akan masa itu lewat sudut pandang kehidupan dua keluarga. Pentas ini menjadi
cara baru dalam wacana rememorasi. Lebih ringan dan lebih dapat diterima oleh
berbagai kalangan daripada buku sejarah, film dokumenter atau novel. Penelitian
ini berusaha mendeskripsikan rememorasi tentang peristiwa terkait tragedi 30
September 1965 dalam versi berbeda bisa dimunculkan dalam sebuah teater boneka.
“Tulisan sejarah sering dibandingkan
dengan karya sastra, sejarah juga dibedakan dari ingatan. Sejarah ditulis oleh
sejarawan yang walaupun menggunakan data valid tetap saja ditulis oleh orang
yang punya kepentingan dalam dirinya. Sejarah selalu dikaitkan dengan
kepentingan politik Negara, isinya adalah ‘fakta-fakta’ yang dipilah dan
dipilih untuk mengisi kepentingan kekuasaan. Semua pihak jadi korban kepentingan penguasa.
Para korban pun punya ingatannya masing-masing yang berbeda dari versi sejarah
yang dilegitimasi negara. Setiap orang punya fakta dan ingatannya
masing-masing. Hal inilah yang harus diperjuangkan, karena untuk mencegah
jatuhnya lebih banyak korban modern, masyarakat haruslah diajak untuk menolak
lupa
Karya seni adalah cara
seseorang untuk menuangkan estetika melalui sebuah objek. Papermoon Puppet Theatre menciptakan pertunjukan teater boneka
berjudul “Mwathirika” sebagai sebuah
karya seni. Mereka bercerita tentang korban-korban tragedi 1965 dari sudut
pandang mereka sendiri. Penceritaan masa lalu dengan menggunakan media teater
boneka menambah pilihan cara yang bisa digunakan dalam upaya rememorasi. Teater
boneka menjadi cara yang sifatnya lebih populer di kalangan masyarakat awam dan
juga lebih menghibur. Fakta-fakta dari berbagai versi ini tidak boleh dibungkam
lebih lama lagi. Mereka yang sudah punya informasi harus terus bercerita dengan
cara apapun untuk menghindari ketidaktahuan sejarah meluas lagi.
Kata kunci : Gerakan 30
September, korban sejarah, teater boneka, Mwathirika,
Papermoon Puppet Theatre, rememorasi.
Kalau ada yang berminat membaca versi lengkapnya, langsung kontak saya ya? :D