Hari ini, setelah sekian lama tinggal di Negara yang menjunjung tinggi demokrasi ditunjukkan dengan banyaknya demonstrasi masyarakatnya, akhirnya saya mendapat kesempatan melihat demonstrasi tersebut. Yah walaupun agak terlambat, tapi saya masih bisa melihat sisa-sisa keramaian yang disebabkan oleh demonstrasi mahasiswa tersebut.
Demonstrasinya adalah tentang menuntut pasangan pemimpin Negara SBY – Budiono mundur dari jabatannya karena dianggap telah gagal memajukan Indonesia. Issue yang diangkat adalah tentang kenaikan harga BBM yang akan dimulai per tanggal 1 April 2012.
Bukan tentang setuju atau tidak setuju saya dengan kebijakan dari presiden itu, saya lebih ingin berbagi tentang apa yang saya rasakan terhadap apa yang disebut mengekspresikan aspirasi terhadap pemerintah, demonstrasi.
Sebenarnya kadang saya merasa kasihan dengan para mahasiswa yang berpanas-panas berdiri, berteriak di bawah terik matahari. Masih lagi menambah panas dengan membakar. Membakar ban bekas, membakar foto sang pemimpin, membakar amarah pasukannya. Usaha-usaha seperti itu sampai sekarang masih tampak sangat sia-sia. Entah karena pemerintah yang kelewat tutup telinga, dan matanya. Atau memang karena cara menuntut dengan berteriak itu sudah tidak relevan. Untuk didengarkan dan diperhatikan kan juga tidak selamanya harus dengan berteriak.
Sekarang coba dibandingkan, setelah demonstrasi besar-besaran menuntut Soeharto mundur dari jabatannya, ada berapa banyak demonstrasi yang berhasil mengubah pemikiran para pembuat kebijakan? Sejauh yang saya tau ada lebih banyak demo yang tidak berhasil mencapai tujuannya daripada yang berhasil. Bahkan saya mencapai kesimpulan kalau demonstrasi itu hanya akan menghasilkan dua kemungkinan : tidak didengarkan atau ricuh. Kalau demonya damai, tidak didengarkan. Kalau tidak didengarkan kemudian menghalalkan kegiatan destruktif. Intinya, demonstrasi tidak menghasilkan keuntungan.
Orang-orang yang berdiri di jalan, di barisan depan, yang mengaku mahasiswa atau orang yang peduli dengan keadaan negaranya. Atau mungkin peduli dengan lima puluh ribu rupiah?
Bekas-bekas "peperangan" |
Pak Pulisi : Mau jadi pahlawan? pahlawan kesiangan lo! |
Solusinya? Jelas kalau menurut saya demonstrasi bukanlah suatu solusi. Apalagi jika harus dengan cara merusak. Banyak cara yang bisa dicari atau mungkin diciptakan. Tapi sekali lagi kerusuhan dan membakar ban itu tidak menyelesaikan masalah.
Kalau saya boleh berbagi, mungkin boleh kalau rakyat negeri ini mulai dengan memercayai pemerintah. Kenaikan harga BBM bukan sesuatu yang pantas dilawan dengan lemparan batu. Kalau semua mau mencari tahu alasan kenapa BBM dinaikkan, bisa saja menemukan sisi positifnya. Kalau setiap kebijakan pemerintah sudah dilawan dengan berbagai alasan, tidak aka nada kepercayaan, dan tidak ada kerja sama juga antara pemerintah dan rakyat.
Harusnya orang-orang yang berdemonstrasi itu bisa berefleksi juga, karena bahkan menaati peraturan tentang membuang sampah dan lampu lalu lintas saja banyak orang yang menolak. Itu kan tidak sulit.